INDPORTAL.COM,TANGGAMUS – Proyek pembangunan jalan rigid beton SP Umbar – SP Putih Doh, yang menghubungkan Kecamatan Kelumbayan dan Cukuh Balak, Kabupaten Tanggamus, menuai sorotan tajam dari warga Pekon Tanjung Raja, Jum’at (7/11/2025)
Proyek yang menelan anggaran miliaran rupiah bersumber dari Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Provinsi Lampung itu, disebut warga asal jadi dan tidak sesuai spesifikasi teknis.
Pantauan di lapangan menunjukkan, kondisi jalan yang masih seumur jagung sudah mengelupas, retak, bahkan berlubang di bagian tengah.
Warga menilai kualitas pengerjaan jauh di bawah standar dan diduga dilakukan tanpa pengawasan serius dari pihak dinas maupun konsultan proyek.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, proyek tersebut mulai digelar pada tahun 2024, dengan pelaksana kontraktor pemenang lelang LPSE Provinsi Lampung.
Proses pengerjaan berada di bawah pengawasan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan konsultan pengawas dari BMBK.
Pada tahap awal, warga sempat menyambut baik proyek ini karena diyakini akan menjadi akses vital penghubung antarpekon serta memperlancar jalur ekonomi masyarakat pesisir. Namun harapan itu pupus ketika pekerjaan di lapangan dinilai tergesa dan tidak memperhatikan mutu.
“Dari awal kami lihat materialnya tidak sesuai. Pasir bercampur tanah, semen tipis, dan pengecoran dikejar-kejar waktu. Belum sempat dilalui kendaraan berat, jalan sudah retak,”ujar salah satu warga
Selama proses pembangunan, warga mengaku jarang melihat kehadiran konsultan pengawas di lapangan.
Beberapa kali tim kontraktor datang dan bekerja tanpa disaksikan langsung oleh petugas dinas maupun pihak pengawas yang bertanggung jawab memastikan mutu beton dan ketebalan sesuai spesifikasi.
“Kalau sesuai aturan, PPK dan konsultan wajib tanggung jawab. Tapi mereka seperti tutup mata, seolah yang penting proyek selesai,”kata warga lainnya.
Warga menduga ada ‘main mata’ antara rekanan, pihak dinas, dan konsultan pengawas, sehingga kualitas pekerjaan diabaikan. Mereka menilai proses pengawasan hanya sebatas formalitas administrasi, bukan kontrol teknis di lapangan.
“Konsultan itu seperti cuma makan gaji buta. PPK juga seolah lepas tangan,”ujar warga dengan nada keras.
Sejumlah tokoh masyarakat menilai, lemahnya kontrol terhadap proyek infrastruktur bukan hal baru di Tanggamus. Mereka menyoroti pola berulang: proyek cepat selesai, serah terima cepat dilakukan, tapi kualitas tidak sepadan dengan nilai anggaran.
“Kalau ini terus dibiarkan, sama saja pemerintah memberi contoh buruk. Jalan rusak bisa ditambal, tapi moral pembangunan yang rusak harus diperbaiki dari atas,”tegas salah satu tokoh masyarakat.
Merespons kondisi ini, warga berencana melapor ke Polda dan Kejati Lampung, membawa dokumentasi lengkap terkait pengerjaan yang dinilai tidak sesuai spesifikasi.
Mereka juga mendorong Inspektorat Provinsi Lampung melakukan audit investigatif agar proyek serupa tidak kembali menjadi lahan penyimpangan.
Proyek yang seharusnya menjadi urat nadi ekonomi bagi masyarakat pesisir Cukuh Balak–Kelumbayan, kini justru menjadi simbol rapuhnya integritas proyek publik di daerah.
Selama pengawasan masih bisa dinegosiasikan dan pertanggungjawaban berhenti di atas kertas, rakyat akan terus berjalan di atas jalan retak bukan karena betonnya lemah, tapi karena kepercayaan terhadap pemerintah ikut mengelupas.
