INDPORTAL.COM,TGM – Penunjukan Muhammad Khalid Bin Mahmud Abdul Gani, mantan narapidana kasus korupsi, sebagai tenaga ahli di lingkungan Pemerintah Kabupaten Tanggamus adalah tamparan keras bagi prinsip pemerintahan bersih, Minggu (29/9/2025)
Apalagi, ia bukan sekadar memiliki rekam jejak kelam, tetapi juga tidak memenuhi syarat akademis yang lazim bagi posisi strategis tersebut.
Langkah Bupati Moh. Saleh Asnawi menimbulkan tanda tanya besar, apakah integritas birokrasi di Tanggamus hanya jargon belaka?
Bagaimana mungkin seorang mantan terpidana korupsi yang pernah merugikan keuangan negara diberi ruang untuk “membantu” mengelola kebijakan publik?
Masalahnya tidak berhenti di soal moral. Menurut pernyataan Kepala BKN, Prof. Zudan Arif Fakrulloh, kepala daerah jelas dilarang mengangkat tenaga ahli maupun staf khusus.
Larangan tersebut bertujuan untuk menghindari pemborosan anggaran sekaligus menutup peluang masuknya kepentingan politik dalam birokrasi. Jika larangan ini diabaikan, artinya ada potensi pelanggaran aturan yang tidak bisa dianggap sepele.
Yang lebih mengkhawatirkan, muncul kabar bahwa pejabat SKPD justru lebih takut kepada sosok tenaga ahli bayangan ini ketimbang kepada bupati.
Jika benar demikian, maka yang terjadi bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan distorsi kekuasaan, roda pemerintahan berjalan berdasarkan “otoritas gelap” yang tidak memiliki legitimasi hukum.
Apakah Bupati Saleh Asnawi ingin membangun birokrasi yang sehat, atau justru melanggengkan budaya patronase yang berbahaya?
Apakah Tanggamus hendak menjadi contoh reformasi birokrasi, atau justru contoh nyata bagaimana eks napi korupsi bisa kembali berkuasa melalui pintu belakang?
Kini publik berhak menuntut kejelasan dan evaluasi menyeluruh. Jika pemerintah daerah tidak segera memberi klarifikasi resmi dan mengambil langkah korektif, maka kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan akan semakin tergerus. Dan ketika kepercayaan publik hilang, legitimasi pemimpin pun runtuh.
Pada akhirnya, kasus ini bukan hanya soal satu nama atau satu jabatan. Ini soal arah, apakah Tanggamus memilih jalan menuju pemerintahan yang bersih, atau terjerumus dalam normalisasi koruptor di lingkaran kekuasaan. (Red)
