INDPORTAL.COM, TGM — Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Tanggamus akhirnya menyampaikan klarifikasi terkait dugaan pencemaran lingkungan dari tambak udang milik Shenny Syarief di Pekon Tegi Neneng, Kecamatan Limau, Selasa (11/11/2025)
Namun alih-alih meredakan kegelisahan warga, penjelasan itu justru dinilai tidak menyentuh inti persoalan.
Ketika sebuah wilayah mulai terdampak pencemaran, langkah pencegahan semestinya diarahkan pada penghentian sumber masalah, pemulihan kondisi alam, serta jaminan bahwa kerusakan tidak terulang.
Semua itu menuntut ketegasan pemerintah, transparansi dokumen perizinan, dan komitmen pelaku usaha terhadap standar lingkungan bukan sekadar pernyataan normatif.
Kepala DLH Tanggamus, Kemas Amin Yusfi, menegaskan bahwa proses perizinan tambak telah melalui tahapan sesuai prosedur dan mengacu pada rekomendasi teknis sejumlah OPD, termasuk Dinas Tata Ruang PUPR.
“Dasar kami adalah rekomendasi dari Tata Ruang, termasuk rekomendasi perikanan bahkan satu pintu. Kalau tidak ada itu, kami juga tidak bisa memberikan izin,”kata Kemas.
Namun ketika ditanya lebih jauh mengenai verifikasi dokumen lingkungan seperti AMDAL atau UKL-UPL, Kemas tidak menjelaskan apakah DLH melakukan pengecekan lapangan sebelum izin diterbitkan. Ia menegaskan instansinya berpegang pada dokumen rekomendasi OPD lain, bukan hasil evaluasi mandiri.
Pernyataan ini memunculkan pertanyaan publik, apakah proses verifikasi benar-benar substansial atau hanya formalitas administratif?
Terkait keluhan warga soal sumur yang berubah payau, DLH menyebut telah memberi teguran dan melakukan pembinaan kepada pihak tambak.
“Kalau pembinaan masih diabaikan, kita akan ambil langkah selanjutnya. Untuk warga Kuala Jaya juga sudah disepakati dibuatkan sumur bor,”ujarnya.
DLH menyatakan masih menunggu hasil kajian teknis untuk memastikan apakah perubahan kualitas air disebabkan retakan kolam tambak atau faktor lain.
Sementara itu, warga cemas karena intrusi air asin dapat merusak lapisan tanah, merembes jauh di bawah permukaan, dan memengaruhi kualitas air dalam jangka panjang.
Di sisi lain, Aliansi Tanggamus Memanggil (ATM) tetap mendesak transparansi penuh terhadap dokumen perizinan tambak. Ketua ATM, Dauri, menilai penjelasan DLH terlalu normatif dan tidak sejalan dengan temuan di lapangan.
“Kami turun langsung, diam-diam, melihat potensi dampaknya. Kalau DLH tidak membuka dokumen perizinannya, ATM siap melakukan aksi menuntut transparansi,”tegasnya.
Menurut Dauri, solusi sumur bor tidak menyentuh akar persoalan. “Ini bukan sekadar soal air sumur. Kerusakan lingkungan pesisir bersifat akumulatif dan jangka panjang. Kalau dibiarkan, dampaknya merusak ekosistem dan merugikan warga yang lebih luas,”ujarnya.
ATM menilai sebagian dokumen UKL–UPL hanya dipenuhi sebagai syarat administrasi tanpa pengawasan lapangan yang memadai. Celah tersebut dinilai membuka peluang terjadinya retakan kolam, kebocoran limbah, dan instalasi IPAL yang tidak sesuai standar yang pada akhirnya memicu intrusi air asin ke sumur warga.
Hingga berita ini dipublikasikan, pihak perusahaan tambak udang milik Shenny Syarief belum memberikan tanggapan resmi atas dugaan pencemaran maupun pembinaan yang disebut DLH.
Di pesisir Tanggamus, air sumur yang perlahan menjadi payau tak lagi sekadar keluhan. Ia adalah peringatan dini tentang kerusakan lingkungan yang merambat senyap, menyisakan pertanyaan besar tentang pengawasan dan kejelasan prosedural.
Di balik kolam-kolam raksasa, persoalan struktural tetap menggantung, lemahnya pengawasan teknis, dokumen lingkungan yang bersifat formalitas, dan potensi kerusakan tanah yang dapat berlangsung hingga puluhan tahun.
ATM menyatakan tetap membuka ruang dialog. Namun jika tak ada respons dari DLH maupun pihak perusahaan, mereka siap membawa persoalan ini ke tingkat pusat.
“Kalau DLH maupun pihak tambak udang tidak merespon, dalam waktu dekat kami akan membawa masalah ini ke pemerintah pusat,”tegas Dauri.
