INDPORTAL.COM,TGM – Polemik dugaan pencemaran lingkungan oleh tambak udang milik Shenny Syarief di Dusun Kuala Jaya, Pekon Tegi Neneng, Kecamatan Limau, Kabupaten Tanggamus, kembali mencuat, Rabu (19/11/2025)
Namun hingga kini, bukannya kejelasan yang muncul, justru sikap perusahaan dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tanggamus yang memunculkan lebih banyak tanda tanya.
Keresahan warga bermula dari perubahan drastis pada kualitas air sumur yang tiba-tiba terasa payau. Dugaan kebocoran limbah dari kolam tambak makin menguat, terutama karena tidak adanya respons substantif dari pihak perusahaan.
Alih-alih membuka dialog, perusahaan justru memilih bungkam dan tak satu pun keterangan resmi diberikan kepada publik.
Di sisi lain, DLH Tanggamus tampak bergerak lamban. Pernyataan yang diberikan dinilai hanya normatif dan tidak memberikan gambaran jelas soal langkah pengawasan, audit lingkungan, maupun transparansi dokumen perizinan. Minimnya informasi ini membuat ruang kecurigaan kian melebar.
Dalam situasi penuh ketidakpastian seperti ini, masyarakat mulai mempertanyakan ada tidaknya kekuatan besar yang “menopang” perusahaan.
Dugaan adanya backing bukan muncul tiba-tiba, tetapi tumbuh dari sulitnya akses publik terhadap data teknis, hasil uji laboratorium, serta dokumen kelayakan lingkungan yang seharusnya terbuka.
Ketua Aliansi Tanggamus Memanggil (ATM), Dauri Ruansyah, menilai sikap perusahaan semakin mencurigakan. Menurutnya, perusahaan pernah berjanji akan memberikan klarifikasi melalui perwakilan mereka, Bahtiar. Namun janji itu tidak pernah ditepati hingga hari ini.
“Kalau mereka menganggap masalah ini sepele, kami akan menggelar aksi,”ujar Dauri.
Bagi ATM, dugaan pencemaran tidak bisa dianggap masalah kecil. Isu ini menyangkut keselamatan dan hak hidup masyarakat di sekitar tambak. Karena itu, Dauri menegaskan bahwa persoalan ini tak boleh berhenti di level kabupaten.
“Persoalan ini harus dibawa ke kementerian. Penanganan lingkungan tidak boleh main-main,”tegasnya.
Sementara itu, Kepala DLH Tanggamus, Keimas Amin Yusfi, menyatakan pihaknya akan mengambil langkah konkret. Namun publik menilai pernyataan tersebut baru sebatas janji yang belum disertai tindakan nyata di lapangan.
Ketidakjelasan ini justru memunculkan kegelisahan baru. Perusahaan yang patuh terhadap standar baku mutu lingkungan mestinya tidak keberatan membuka dokumen, menerima dialog, dan mengizinkan pemeriksaan lapangan.
Diamnya perusahaan hanya mempertebal dugaan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan.
Dalam konteks mandeknya penanganan ini, publik kini berharap Bupati Tanggamus, Hi. Moh. Saleh Asnawi, segera turun tangan dan mengambil langkah tegas.
Keterlibatan langsung kepala daerah dinilai penting untuk memastikan proses penanganan berjalan transparan, tidak tersandera kepentingan tertentu, dan benar-benar berpihak pada keselamatan warga.
Polemik ini kembali menegaskan bahwa tambak udang di berbagai daerah sering menjadi paradoks pembangunan: menguntungkan secara ekonomi tetapi berpotensi meninggalkan kerusakan ekologis yang sulit dipulihkan.
Karena itu, tuntutan publik untuk audit lingkungan dan transparansi bukanlah sikap berlebihan melainkan bentuk kewaspadaan yang sah.
Pada akhirnya, kasus ini menguji hadir atau tidaknya negara di tengah konflik kepentingan antara investasi dan keselamatan warga.
Ketika pemerintah tidak tampil tegas, masyarakat akan mencari caranya sendiri untuk mempertahankan hak atas lingkungan yang bersih dan sehat.
