INDPORTAL.COM,TGM – Dugaan pemotongan gaji terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di lingkungan Pemkab Tanggamus kembali memantik tanda tanya publik, Selasa (18/11/2025).
Informasi yang dihimpun Indportal.com menyebutkan, potongan sebesar 1 persen dari gaji pokok itu dilakukan berdasarkan instruksi Ketua Dewan Pengurus Korpri Kabupaten Tanggamus, Ir. Suaidi.
Namun yang janggal, pemotongan bukan dilakukan oleh masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD), melainkan secara otomatis oleh Bank Lampung langsung dari rekening pribadi setiap pegawai.
Sejumlah sumber internal mengungkapkan bahwa kebijakan iuran ini sudah berjalan cukup lama. Namun dasar hukum, mekanisme persetujuan, hingga transparansi penggunaan anggaran Korpri Tanggamus masih menyisakan tanda tanya besar.
Upaya konfirmasi dilakukan kepada Bendahara Korpri Tanggamus, Apri Hidayati. Awalnya ia terkesan mengelak, namun kemudian mengakui keberadaan iuran tersebut.
“Sepengetahuan saya, iuran itu berdasarkan keputusan Musda. Dana dipakai untuk santunan kematian anggota Korpri dan apresiasi putra-putri ASN berprestasi,”ujarnya.
Meski begitu, Apri tidak dapat menjelaskan apakah keputusan Musda tersebut pernah disampaikan secara terbuka kepada seluruh anggota, serta apakah mekanismenya sesuai aturan organisasi maupun ketentuan kepegawaian.
Praktik pemotongan ini mengulang pola yang kerap muncul dalam birokrasi daerah: pungutan wajib yang dibungkus istilah “iuran” namun tanpa kejelasan dasar hukum yang kuat dan tanpa komunikasi memadai kepada pegawai.
Ketika pemotongan dilakukan otomatis melalui bank tanpa surat keputusan yang bisa diuji, kebijakan tersebut rawan dianggap sebagai potongan struktural di luar pengawasan kepegawaian.
Jika benar keputusan Musda dijadikan rujukan, muncul beberapa pertanyaan mendasar:
Apakah seluruh anggota Korpri mengetahui dan menyetujui keputusan tersebut?
Apakah iuran wajib boleh dipaksakan kepada ASN tanpa dasar hukum eksplisit?
Mengapa laporan penggunaan dana tidak pernah dipublikasikan secara berkala?
Dalam konteks reformasi birokrasi, Korpri seharusnya menjadi organisasi yang melindungi hak-hak ASN bukan justru menambah beban finansial tanpa akuntabilitas.
Ketertutupan informasi dan mekanisme pemotongan yang berlangsung otomatis melalui perbankan hanya memperkuat persepsi bahwa ada arus kebijakan yang berjalan diam-diam di balik struktur organisasi.
Tanpa penjelasan rinci serta laporan pertanggungjawaban yang bisa diakses publik, iuran ini rawan menimbulkan ketidakpercayaan, bahkan memunculkan dugaan bahwa kewajiban finansial pegawai telah berjalan bertahun-tahun tanpa legitimasi yang memadai.
Jika memang pemotongan tersebut memiliki dasar hukum berupa peraturan daerah atau keputusan resmi lainnya, maka publik berhak tahu. apa urgensinya, bagaimana akuntabilitasnya, dan siapa yang mengambil keputusan.
Tanpa kejelasan itu, pemotongan gaji ASN biarpun diberi label “iuran” tetap menyisakan pertanyaan besar:
Untuk kepentingan siapa pungutan tersebut berjalan selama ini?
