INDPORTAL.COM,TGM – Praktisi hukum asal Pekon Banjar Manis, Kecamatan Cukuh Balak, Muhammad Ali, S.H., M.H., menyoroti dugaan pencemaran lingkungan yang tengah menjadi polemik di Dusun Kuala Jaya, pesisir Kabupaten Tanggamus, Lampung, Jum’at (7/11/2025)
Menurutnya, persoalan ini berakar pada lemahnya pengawasan pemerintah daerah serta minimnya transparansi publik terkait izin dan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) milik perusahaan tambak udang yang beroperasi di wilayah tersebut.
“Publik berhak tahu apakah kajian AMDAL benar-benar dilakukan. Kalau DLH abai terhadap tuntutan warga, kami akan mendesak agar dokumen perizinan tambak dibuka secara terbuka,”tegas Ali melalui komunikasi WhatsApp
Ali menambahkan, tambak udang merupakan usaha dengan risiko tinggi terhadap pencemaran pesisir dan air tanah. Tanpa sistem pengolahan limbah yang baik, kandungan amonia dan bahan organik dari kolam produksi dapat memicu intrusi air laut, kematian biota pesisir, dan kerusakan lahan pertanian warga.
“Ini bukan sekadar soal air sumur yang menjadi asin, tapi menyangkut hak masyarakat atas lingkungan yang sehat dan akses air bersih. Jika ditemukan pelanggaran, izin perusahaan harus dievaluasi,”ujarnya.
Ali menjelaskan bahwa dugaan pencemaran lingkungan dapat dijerat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Dalam ketentuan tersebut, pelaku usaha yang terbukti mencemari dapat dikenai sanksi administratif, pidana penjara hingga 10 tahun, dan denda maksimal Rp10 miliar, serta kewajiban melakukan pemulihan lingkungan.
“Pengelolaan limbah perusahaan tambak udang harus mengikuti standar baku mutu lingkungan untuk mencegah pencemaran,”tambahnya.
Selain itu, masyarakat terdampak memiliki hak hukum untuk mengajukan gugatan perdata atau class action apabila dampak pencemaran terbukti meluas dan mengganggu kehidupan sosial-ekonomi warga.
Kasus di Kuala Jaya bukanlah yang pertama. Dalam beberapa tahun terakhir, pesisir Lampung menghadapi krisis ekologis akibat ekspansi tambak udang yang tidak disertai pengelolaan limbah memadai.
Kerusakan hutan mangrove, konflik agraria, hingga pencemaran air tanah dilaporkan terjadi di sejumlah wilayah, termasuk Cukuh Balak, Limau, dan Wonosobo.
Perwakilan Aliansi Tanggamus Menggugat (ATM), Dauri, menilai bahwa sikap tegas pemerintah daerah akan menjadi tolok ukur keseriusan dalam penegakan keadilan lingkungan.
“Kami tidak menolak investasi. Tapi jangan sampai investasi yang masuk justru mencemari air rakyat dan menghancurkan sumber hidup mereka,”ujar Dauri.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak perusahaan tambak udang milik Shenny Syarief maupun dinas lingkungan hidup belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan pencemaran tersebut.
