INDPORTAL.COM, TGM – Sejumlah anggota kelompok tani di Kecamatan Kelumbayan Barat bersama pemilik kios pupuk subsidi Affandi Jaya, Pekon Merbau, menggelar rapat internal guna merespons isu dugaan penjualan pupuk di atas harga eceran tertinggi (HET), Rabu (24/9/2025)
Isu tersebut sebelumnya ramai diperbincangkan setelah beredar kabar bahwa pupuk Urea dan Phonska dijual lebih tinggi dari harga resmi. Namun, dalam pertemuan itu, pemilik kios Affandi Jaya, Paturahman, menegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak benar.
“Pupuk subsidi untuk tahun 2025 adalah Rp2.250/kg untuk Urea, Rp2.300/kg untuk NPK Phonska, Rp3.300/kg untuk NPK Formula Khusus Kakao, dan Rp800/kg untuk pupuk organik. Penjualan tidak boleh di luar regulasi yang sudah ditetapkan,”Tegasnya.
Paturahman juga memastikan kios yang ia kelola berizin resmi dari instansi terkait, sehingga seluruh distribusi pupuk dilakukan sesuai prosedur dan diawasi langsung oleh dinas pertanian.
Menanggapi isu tersebut, sejumlah perwakilan kelompok tani, seperti Casitam, Mulyadi, dan Alimuddin, justru memberikan klarifikasi berbeda. Mereka menegaskan bahwa harga pupuk yang mereka beli masih dalam batas wajar sesuai HET.
“Semalam kami sudah mengadakan rapat terkait isu itu, dan faktanya selama ini kami membeli pupuk masih di harga wajar,”Ujar Mulyadi.
Kemudian Alimuddin menambahkan, tuduhan adanya penjualan di atas HET diduga berasal dari pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Selama ini setiap kami membeli pupuk subsidi di kios tersebut selalu dalam pengawasan pihak dinas pertanian, dan mereka juga sudah melakukan klarifikasi,”Pungkasnya.
Kisruh soal pupuk subsidi di Kelumbayan Barat tampaknya dipicu oleh kesalahan informasi yang cepat beredar di masyarakat. Fakta bahwa kelompok tani sampai menggelar rapat khusus untuk klarifikasi menunjukkan bahwa rumor bisa berkembang lebih cepat dibanding data sebenarnya.
Dalam konteks distribusi pupuk subsidi yang menyangkut hajat hidup banyak atau petani, kesalahan informasi sekecil apa pun dapat berdampak besar terhadap kepercayaan publik.
Oleh karena itu, komunikasi yang transparan dan konsisten antara kios, petani, dan aparat pengawas menjadi kunci mencegah kesalahpahaman serupa di kemudian hari.
Kasus ini sekaligus menjadi pengingat bahwa sebelum menyebarkan informasi, masyarakat perlu memastikan kebenarannya.
Sebab, rumor yang tidak terverifikasi bukan hanya menimbulkan keresahan, tetapi juga berpotensi merusak kepercayaan terhadap sistem distribusi pupuk yang sebenarnya sudah berjalan sesuai aturan. (Red)
