Sekda Bermain HP Saat Paripurna: Pelanggaran Etika Yang Tak Boleh Dibiarkan

INDPORTAL.COM,TGM – Perilaku Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Tanggamus, Ir. Suaidi, yang tertangkap kamera bermain ponsel saat mengikuti rapat paripurna DPRD pada Jumat, 8 Agustus 2025, bukan sekadar soal etika pribadi.

Itu adalah cerminan serius dari kemunduran moral birokrasi yang, bila dibiarkan, dapat membusukkan sendi-sendi pemerintahan daerah secara sistemik.

Dalam forum resmi yang sakral seperti rapat paripurna yang merupakan ruang pembahasan kebijakan daerah dan simbol kemitraan antara eksekutif dan legislatif setiap pejabat seharusnya menunjukkan sikap hormat, penuh perhatian, dan profesional.

Apalagi seorang Sekda, yang kedudukannya sebagai pimpinan tertinggi ASN daerah menuntut keteladanan dalam hal etika, kedisiplinan, dan integritas.

Alih-alih menjadi panutan, Sekda Suaidi justru mempertontonkan gestur yang menunjukkan ketidakseriusan.

Ketika kepala daerah Bupati dan Wakil Bupati terlihat fokus menyimak jalannya sidang tanpa menyentuh gawai, Sekda malah sibuk dengan telepon genggamnya.

Ini bukan hanya persoalan sopan santun, tapi merupakan indikasi kegagalan memahami tanggung jawab moral seorang pejabat publik.

Perilaku seperti ini bukan sekadar tidak elok dilihat, tetapi juga melanggar aturan formal yang mengatur perilaku aparatur negara.

Berita Terbaru  Pembangunan Saluran Air Proyek PUPR Provinsi Lampung, Diduga Tabrak Sejumlah Aturan.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, dijelaskan bahwa PNS wajib menjunjung tinggi etika profesi, menunjukkan sikap hormat dalam forum resmi, serta menjadi teladan bagi masyarakat dan ASN lainnya.

Lebih spesifik lagi, PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS menyatakan bahwa setiap PNS wajib menaati ketentuan jam kerja dan menghadiri rapat kedinasan dengan sikap sopan, serta tidak melakukan aktivitas lain yang tidak terkait rapat, termasuk bermain ponsel.

Sanksi atas pelanggaran tersebut tidak main-main. Dalam PP tersebut disebutkan, tindakan indisipliner dapat dikenai sanksi ringan hingga berat, tergantung pada dampak, frekuensi, dan posisi jabatan yang bersangkutan.

Sementara itu, dalam konteks kelembagaan DPRD, etika kehadiran pejabat eksekutif sebagai undangan rapat paripurna diatur dalam Tata Tertib DPRD (berpedoman pada Permendagri No. 80 Tahun 2015).

Berita Terbaru  Rencana Kenaikan Cukai Rokok, Ketua DPD RI Beri Solusi Agar IHT Tidak Terimbas

Pejabat yang hadir wajib berpakaian resmi, menjaga ketertiban, dan menunjukkan sikap hormat terhadap jalannya sidang. Mengoperasikan gawai tanpa alasan resmi dalam forum paripurna jelas merupakan pelanggaran norma etik.

Kita tidak sedang bicara tentang ponsel. Kita sedang bicara tentang wajah birokrasi dan wibawa institusi pemerintahan.

Ketika seorang Sekda bisa bermain-main dalam forum resmi tanpa merasa bersalah, maka yang rusak bukan hanya citra personalnya, tapi juga martabat jabatan yang ia sandang.

Apakah ini akan menjadi budaya baru di lingkaran kekuasaan lokal? Di mana sikap masa bodoh, arogan, dan tidak tahu diri dianggap hal wajar selama tak ada konsekuensi nyata?

Bupati Tanggamus harus bersikap. Ini bukan saatnya melindungi bawahan dengan alasan loyalitas atau kekhilafan.

Jika pejabat tinggi bisa melanggar etika tanpa konsekuensi, maka rakyat berhak mempertanyakan komitmen pemerintah daerah terhadap reformasi birokrasi.

Rakyat tidak menuntut kesempurnaan. Mereka hanya ingin pejabat yang tahu diri, tahu waktu, dan tahu tempat. (Red)

Berita Terbaru